Faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Infeksi Menular Seksual (IMS ) : Teori Sosial Learning di Siswa SMA Malang
DOI:
https://doi.org/10.26699/jnk.v7i1.ART.p050-058Keywords:
Pengetahuan, Sikap, Religiusitas, Efikasi, Peran Genfer, Perilaku SeksualAbstract
Berdasarkan data Tim Survei dari Sebaya dan FK Unair pada tahun 2005 di kota Surabaya dari 126 responden yang berusia 19-23 tahun mendapat hasil bahwa 13,5% responden mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Tujuan penelitian melihat faktor personal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah beresiko IMS. Penelitian menggunakan teori perilaku Bandura. Penelitian ini explanatory research dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian ini dilakukan simple random sampling sebanyak 318 responden. Hasil analisa chi square p= 0,05 didapatkan memiliki pengaruhi signifikan pada responden laki-laki yaitu tingkat religiusitas (p=0,012) sedangkan pada wanita (p=0,562) dan tingkat religiusitas kurang tekun memiliki kecenderungan 2,4 kali lebih besar melakukan perilaku seksual beresiko IMS, efikasi diri (p=0,004) memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk perilaku seksual beresiko IMS sedangkan 1 variabel yang berhubungan pada responden perempuan dengan perilaku seksual pranikah yang beresiko terhadap IMS yaitu efikasi diri (p=0,001). Untuk pengetahuan baik terhadap pada responden laki-laki (p=0,153) maupun perempuan (p= 0,668),tidak ada hubungan yang signifikan. Untuk sikap responden bahwa pada responden laki-laki (p=0,162) dan perempuan (p=1,000) tidak terdapat hubungan yang signifikan. Untuk Gender bahwa baik pada responden laki-laki (p=1,000) maupun perempuan (p=0,340) tidak ada hubungan yang signifikan. Tingkat religiusitas OR=2,378 artinya responden yang memiliki tingkat religiusitas kurang tekun memiliki kecenderunan 2,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS dibandingkan responden tingkat religiusitas tinggi. Efikasi OR=2,090 artinya responden yang efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk perilaku seksual beresiko IMS. Saran untuk mengaktifkan program Pusat Informasi dan Konseling-Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR).
Â
Based on data from the survey teams from Peer and FK Unair in 2005 in the city of Surabaya126 respondents aged 19-23 years found that 13.5% of respondents claimed to have had premarital sex The purpose is to look at personal factors that influence premarital sexual behavior at risk for STIs.. Sampling this study by simple random sampling. The results chi square with p=0.05 that have a significant namely the level of religiosity (p = 0.012) and respondents who have less religiosity have a 2.4 times greater to engage more likely to engage in sexual behavior at risk for STIs while there is variable related to female respondents with premarital sexual behavior that is at risk for STIs efficacy self (p = 0.001). For knowledge of both male (p = 0.153) and female respondents (p = 0.668), there is no relationship. For the attitude of respondents that the male respondents (p = 0.162) and women (p = 1,000) .For Gender that both male respondents (p = 1,000) andwomen (p = 0.340). From the result religiosity OR = 2.337 means that respondents who have a less persistent level of religiosity have a tendency of 2.4 times compared with respondents with a high degree of religiosity. And the efficacy of having OR = 2,090 means that respondents who have low self-efficacy have a tendency of 2.1 times more to do sexual behavior at risk of STIs. Suggestions to activate the Information and Adolescent Reproductive Counseling-Health (PIK-KRR) program for high schools.
References
Ali M. Psikologi Remaja. 2011. Jakarta : Bumi Aksara
Badan Pusat Statistik. 2011. Migrasi Internal Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010. Badan Pusat Statistik: Jakarta
Bandura A. 1997. Social Learning Theory. Prentice Hall. Inc: New Jersey.
Departemen Kesehatan (Depkes), Badan Pusat Statistik (BPS), US Agency for International Development (USAID), Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Family HealthInternational- Program Aksi Stop AIDS (ASA). 2011. Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) 2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Hirsch JS, Laboy MM, Nyhus CM, et al. 2009. “Because He Misses His Normal Life Back Homeâ€: Masculinity and Sexual Behavior Among Mexican Migrants in Atlanta, Georgia. Perspect Sex Reprod Health 41:1, 23-32.
Hugo G. 2001. Mobilitas Penduduk dan HIV / AIDS di Indonesia. ILO Indonesia, UNAIDS Indonesia, UNDP.
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kementrian Pendidikan Nasional : Jakarta
Kemetrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. 2011. Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) 2011. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) RI. 2009. Pendidikan Pencegahan HIV. Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO:Jakarta.
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.2014. IMS dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin.Komisi Penanggulangan AIDS Nasional: Jakarta.
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah (KPAP Jateng). 2013. Kondisi HIV & AIDS di Jawa Tengah s/d Juni 2013. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah: Semarang.
Kotchick BA. 2011. Adolencent Sexual Risk Behaviour : A multi system perspective clinical psicology. University Georgia
Setyawati A. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kondom pada Hubungan Seksual Pengguna Narkoba Suntik di Kota Semarang. Universitas Diponegoro: Semarang.